Halo Internet,
Jogjakarta seolah tak pernah kehabisan destinasi wisata baru untuk dikunjungi, tingginya minat dan kunjungan para pelancong dari berbagai daerah yang setiap liburan memenuhi kota Jogja.
Destinasi lama yang terus eksis dan ramai, karena kuatnya informasi sejarah tentang candi candi peninggalan kerajaan hindu dan budha yang terus terjaga seperti candi borobudur dan prambanan. keduanya memiliki daya tarik yang luar biasa untuk para pelancor dari seluruh daerah di Indonesia untuk sekedar melihat, atau bahkan mempelajari lebih dalam tentang jejak-jejak nenek moyang mereka.
Era Internet dan social media, karakter pelancong pun mulai bergeser, dengan pertumbuhan generasi millenial yang sangat akrab dengan smartphone dan social media. Jogjakarta ikut terus bertumbuh, menciptakan destinasi-destinasi wisata baru yang instagrammable.
Salah satu daerah yang paling kentara dan signifikan pertumbuhan pariwisatanya adalah Gunung kidul wonosari.
Lokasi-lokasi baru terus dieksplorasi untuk memanjakan para pelancong, dari hutan pinus, air terjun, sungai, pantai pasir putih, goa, dan destinasi buatan lainnya.
Akses jalan mulus yang dibangun pada era Presiden SBY sepertinya menjadi pintu gerbang Wonosari untuk lebih dikenal oleh Indonesia.
Dampaknya, secara ekonomi, sosial dan geografis Wonosari terus bertumbuh dan semakin ramai. padahal jika kembali ke 20 tahun yang lalu, jarang sekali orang memilih wonosari untuk destinasi wisata.
Perekonomian wonosari terus meningkat, strata ekonomi masyarakatnya pun ikut menggeliat. hal ini pun mengerek bidang bisnis paling bawah yaitu kebutuhan rumah tinggal dan strata sosial baru yang dimiliki.
Saya kebetulan telah menekuni bidang properti sejak 6 tahun lalu, dan bulan kemarin saya berkesempatan mengunjungi salah satu proyek perumahan baru milik teman saya Pa Santoso.
Perumahan ini bernama Perumahan Bumi Logandeng Asri, berlokasi di Jalan Siyono Wonosari Gunung Kidul.
Salah satu yang menarik saya adalah cerita dari tim Pa Santoso, yaitu Mas Johan, dia terpaksa mengubah siteplan yang telah direncanakan sebelumnya. awalnya proyek direncanakan membuat rumah 35 unit tipe 36 dan 15 unit tipe 45 dan 55.
Saya pun penasaran, kenapa terjadi hal itu? bukankah seharusnya sudah diriset dulu sebelum membuat perencanaan?
Dia pun menjawab jika siteplan awal memang sudah diriset dulu dengan melihat proyek proyek properti kompetitor, dimana mayoritas membangun tipe 36.
Namun saat rilis dan ditawarkan ke pasar, desain rumah Bumi Logandeng Asri justru banyak diminati yang tipe 45 dan 55.
hingga akhirnya unit tipe 45 dan 55 hampir habis, dan tipe 36 justru jarang yang melirik.
Saya pikir hal ini menarik, dimana rumah tipe 45 dan 55 yang dijual di harga 350-450 juta tentu memiliki pasarnya sendiri yaitu kelas masyarakat sosial menengah. dan ini pun bisa menjadi indikator bahwa banyak masyarakat wonosari yang secara ekonomi nya terus meningkat.
